Namaku
Diana, aku baru saja masuk di SMP ternama didaerahku. Aku terkenal sebagai anak
yang culun dikelasku. Namun seiring berjalannya
waktu aku mulai beradabtasi dengan pergaulan yang ada disekitarku sehingga aku
mulai memperhatikan penampilanku. Saat itu sedang masa orientasi siswa, lalu
aku melihat seorang laki-laki dengan postur tinggi, putih, dan memiliki wajah
seperti orang Belanda. Laki-laki itu membuatku penasaran, hingga suatu ketika
ada salah seorang temannya memanggilnya.
“Dam!”
Seru temannya.
“Apa?”
Tanya laki-laki itu.
“Lo
masuk kelas berapa, Dam?”
“Gue
masuk kelas 7.3.”
Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan mereka. Hah! Kelas 7.3, berarti dia sekelas
denganku? Entah ini suatu kebetulan atau apa, yang jelas aku sangat senang
mendengarnya.
Seperti
sekolah yang lainnya, hari pertamaku di sekolah hanya perkenalan saja. Aku pun
berkenalan dengan laki-laki itu, namanya adalah Adam Lathram. Tidak ku sangka
dia begitu friendly dengan orang yang
baru dikenalnya, dia juga memiliki sifat yang humoris. Setelah ku lihat-lihat,
teryata tidak hanya aku yang mengaguminya namun beberapa siswi dikelasku bahkan
satu sekolah juga mengaguminya. Tidak heran memang kalau banyak yang
mengaguminya. Dia tampan, dari golongan keluarga yang kaya, dan blasteran Belanda pula.
Sudah
tiga bulan aku sekelas dengan Adam. Suatu hari guruku meminta aku dan teman
sekelasku untuk membuat sebuah kelompok matematika. Tidak kuduga, aku satu
kelompok dengan Adam. Karena aku terpilih untuk menjadi ketua kelompok, maka
aku sarankan untuk belajar kelompok di rumahku. Saat sedang belajar, kami berdiskusi tentang
pelajaran matematika yang menurutku juga
sulit untuk dicerna. Ditengah
perdiskusian tersebut, ada saja tindakan Adam yang membuat gelak tawa anggota
kelompokku. Aku sempat terpancing emosi olehnya karena saat itu juga aku sedang
bingung memecahkan soal yang sangat sulit bagiku.
”Hey!
Bisa gak sih serius sedikit, bercanda ada waktunya kok. Dan lo, Dam jangan bikin
gue emosi dong!” Bentakku sambil menunjuk kearah Adam.
“Iya
Na. maafin gue ya, gue bakalan serius kok gak ngulangin lagi deh.” Jawab Adam.
Semuanya pun langsung terdiam, dan
mulai melanjutkan diskusi tersebut. Aku merasa bersalah dengan ucapanku tadi,
secara diam-diam aku memperhatikan Adam yang sedang serius. Dan disitulah aku
melihat, sosok Adam yang tadinya bertingkah konyol berubah menjadi serius dan
membuat ku semakin terkesan dengannya.
Saat kenaikan kelas dua, aku tidak
satu kelas lagi dengannya. Walaupun aku dan Adam tidak satu kelas lagi kita
masih berteman dekat. Pertemanan kami dekat tidak hanya saat disekolah saja,
aku juga sering chatting dengannya.
Entah itu curhat atau membahas pelajaran disekolah, ada saja topik untuk
memulai percakapan itu.
Semakin
lama aku mengenal Adam, aku pun makin dekat dengannya. Namun ada rasa yang
menurutku tidak biasa ketika aku berteman dengan yang lainnya, semakin hari
perasaan itu semakin tumbuh. Apa aku sedang jatuh cinta dengannya? Anak SMP
sudah merasakan jatuh cinta? Apa mungkin? Mungkin saja aku hanya terkesan
dengannya sebagai teman. Aku tidak mengerti apa itu cinta. Mulai dari situ
aku menganggap perasaan ini hanya perasaan sebagai teman saja, gak lebih. Suatu
ketika dipertengahan chatting antara
aku dan Adam, Adam memberitahuku saat kenaikan kelas tiga nanti dirinya akan
pindah mengikuti orang tua nya yang juga pindah pekerjaan. Disitu aku merasa
sedih, bagaimana tidak? Teman laki-laki yang begitu akrab dengaku hanya dia
seorang. Namun aku tidak bisa memaksanya untuk menetap disini.
Aku
penasaran kemana dia akan pindah, aku ingin bertanya kepadanya namun timing-nya selalu tidak tepat. Hingga
suatu ketika aku bertemu dengannya di sebuah toko buku yang juga sering aku
kunjungi untuk membeli komik-komik kesukaan ku.
“Hey,
Dam! Tumben lo ke toko buku?” Tanyaku.
“Hey,
Na. Haha gue lagi nyari buku nih buat belajar.” Jawab nya.
“Emang
buku apa sih yang lo cari?” tanyaku.
“Buku
tentang budaya London, terus gue juga mau nyari kamus buat les private Bahasa
Inggris” Jawab nya.
“Budaya
London? Lo pindah ke London?” Tanyaku lagi.
“Iya,
Na. Yah walaupun gue pindah tapi kita masih bisa komunikasi kan?”
“Iya,
Dam bisa kok.” Balasku dengan sedikit senyuman.
“Yaudah
ya gue duluan, Bye.”
Dan aku hanya bisa
mengangguk dan tersenyum.
Ketika
aku sampai dirumah aku melihat kalender dan melihat kapan jadwal kenaikan
kelas, dan ternyata tinggal satu minggu lagi. Aku pun duduk terdiam didepan
kalender dan dengan terburu-buru aku segera ke meja komputerku. Tanpa ragu, aku
langsung meng-chat Adam.
“Hey,
Dam. Maaf gue ganggu waktu lo, gue cuma mau tanya lo udah nyiapin semua
dokumen kepindahan lo?”
Dengan gelisah aku menunggu balasan dari Adam, lalu beberapa
menit kemudian Adam membalas chat-ku.
“Iya
Na, dokumen buat pindahan udah diurus sama orang tua gue, tinggal nunggu Raport
dari sekolah. Oh iya, Na. gue mau ketemu lo setelah pembagian raport, bisa?”
Rasa gelisahku semakin menjadi-jadi, tanpa berpikir panjang
aku pun membalas pertanyaan Adam.
“Oh
yaudah kalo gitu, gue tunggu di tempat biasa ya.”
Setelah
pembagian raport, aku pun menunggu Adam
ditempat biasa kita bermain bersama. Setelah menunggu kurang lebih 10 menit
Adam pun datang.
“Hey,
Na. Udah lama nunggu ya? Maaf ya tadi ada urusan bentar.” Sapa nya
“Hay,
Dam. Iya gapapa kok, Dam.” Jawab ku.
“Eh iya
ada apa? Ga biasanya lo ngajak gue ketemu kayak gini?´Tanya ku.
“Iya Na
gue mau bilang sesuatu, jadwal
penerbangan gue diganti jadi hari ini. Gue dan orang tua gue juga udah sepakat
buat berangkat nanti malam jam 7. Maaf banget ya gue ngasih tau lo mendadak
kayak gini. Yak arena lo teman terbaik gue, gue gamau pergi gitu aja tanpa
sepengetahuan lo. Dan ini juga terakhir kita ketemu karna gue akan menetap di
London 4 sampai 5 tahun disana.” Balas nya.
“Ngg… I
.. Iya gapapa kok Dam. Lo disana sampai 4-5 tahun? Lama juga ya.” Jawab ku
“Ya
begitu lah, oh iya gue ada sesuatu nih biar lo inget gue terus.” Balas nya sambil
tersenyum dan memberikanku sebuah boneka teddy bear.
“Ini
buat gue?” jawab ku sambil menerima boneka yang dia berikan kepadaku.
“Iya
karna lo itu teman perempuan gue yang terbaik, eh gue gak bisa lama-lama gue harus ngurusin
barang-barang gue dulu. Daah Diana see
you soon.” Jawab nya
Hanya senyuman dan lambaian tangan, aku melepas kepergian
Adam. Air mata ini hampir membasahi pipiku, namun aku masih bisa menahannya.
Semenjak
pertemuan terakhir itu, aku sangat jarang berkomunikasi dengannya karna jadwal
dia yang begitu padat dan pada akhir nya aku dengan Adam lost contact. Walaupun begitu aku akan tetap mengingat Adam sebagai
teman terbaikku.