Translate

Kamis, 25 Februari 2016

Remember

                Namaku Diana, aku baru saja masuk di SMP ternama didaerahku. Aku terkenal sebagai anak yang culun dikelasku. Namun seiring berjalannya waktu aku mulai beradabtasi dengan pergaulan yang ada disekitarku sehingga aku mulai memperhatikan penampilanku. Saat itu sedang masa orientasi siswa, lalu aku melihat seorang laki-laki dengan postur tinggi, putih, dan memiliki wajah seperti orang Belanda. Laki-laki itu membuatku penasaran, hingga suatu ketika ada salah  seorang temannya memanggilnya.
                “Dam!” Seru temannya.
                “Apa?” Tanya laki-laki itu.
                “Lo masuk kelas berapa, Dam?”
                “Gue masuk kelas 7.3.”
Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan mereka. Hah! Kelas 7.3, berarti dia sekelas denganku? Entah ini suatu kebetulan atau apa, yang jelas aku sangat senang mendengarnya.
                Seperti sekolah yang lainnya, hari pertamaku di sekolah hanya perkenalan saja. Aku pun berkenalan dengan laki-laki itu, namanya adalah Adam Lathram. Tidak ku sangka dia begitu friendly dengan orang yang baru dikenalnya, dia juga memiliki sifat yang humoris. Setelah ku lihat-lihat, teryata tidak hanya aku yang mengaguminya namun beberapa siswi dikelasku bahkan satu sekolah juga mengaguminya. Tidak heran memang kalau banyak yang mengaguminya. Dia tampan, dari golongan keluarga yang kaya, dan blasteran Belanda pula.
                Sudah tiga bulan aku sekelas dengan Adam. Suatu hari guruku meminta aku dan teman sekelasku untuk membuat sebuah kelompok matematika. Tidak kuduga, aku satu kelompok dengan Adam. Karena aku terpilih untuk menjadi ketua kelompok, maka aku sarankan untuk belajar kelompok di rumahku.  Saat sedang belajar, kami berdiskusi tentang pelajaran matematika  yang menurutku juga sulit untuk dicerna. Ditengah perdiskusian tersebut, ada saja tindakan Adam yang membuat gelak tawa anggota kelompokku. Aku sempat terpancing emosi olehnya karena saat itu juga aku sedang bingung memecahkan soal yang sangat sulit bagiku.
                ”Hey! Bisa gak sih serius sedikit, bercanda ada waktunya kok. Dan lo, Dam jangan bikin gue emosi dong!” Bentakku sambil menunjuk kearah Adam.
                “Iya Na. maafin gue ya, gue bakalan serius kok gak ngulangin lagi deh.” Jawab Adam.
Semuanya pun langsung terdiam, dan mulai melanjutkan diskusi tersebut. Aku merasa bersalah dengan ucapanku tadi, secara diam-diam aku memperhatikan Adam yang sedang serius. Dan disitulah aku melihat, sosok Adam yang tadinya bertingkah konyol berubah menjadi serius dan membuat ku semakin terkesan dengannya.
Saat kenaikan kelas dua, aku tidak satu kelas lagi dengannya. Walaupun aku dan Adam tidak satu kelas lagi kita masih berteman dekat. Pertemanan kami dekat tidak hanya saat disekolah saja, aku juga sering chatting dengannya. Entah itu curhat atau membahas pelajaran disekolah, ada saja topik untuk memulai percakapan itu.

                Semakin lama aku mengenal Adam, aku pun makin dekat dengannya. Namun ada rasa yang menurutku tidak biasa ketika aku berteman dengan yang lainnya, semakin hari perasaan itu semakin tumbuh.  Apa aku sedang jatuh cinta dengannya? Anak SMP sudah merasakan jatuh cinta? Apa mungkin? Mungkin saja aku hanya terkesan dengannya sebagai teman. Aku tidak mengerti apa itu cinta. Mulai dari situ aku menganggap perasaan ini hanya perasaan sebagai teman saja, gak lebih. Suatu ketika dipertengahan chatting antara aku dan Adam, Adam memberitahuku saat kenaikan kelas tiga nanti dirinya akan pindah mengikuti orang tua nya yang juga pindah pekerjaan. Disitu aku merasa sedih, bagaimana tidak? Teman laki-laki yang begitu akrab dengaku hanya dia seorang. Namun aku tidak bisa memaksanya untuk menetap disini.
                Aku penasaran kemana dia akan pindah, aku ingin bertanya kepadanya namun timing-nya selalu tidak tepat. Hingga suatu ketika aku bertemu dengannya di sebuah toko buku yang juga sering aku kunjungi untuk membeli komik-komik kesukaan ku.
                “Hey, Dam! Tumben lo ke toko buku?” Tanyaku.
                “Hey, Na. Haha gue lagi nyari buku nih buat belajar.” Jawab nya.
                “Emang buku apa sih yang lo cari?” tanyaku.
                “Buku tentang budaya London, terus gue juga mau nyari kamus buat les private Bahasa Inggris” Jawab nya.
                “Budaya London? Lo pindah ke London?” Tanyaku lagi.
                “Iya, Na. Yah walaupun gue pindah tapi kita masih bisa komunikasi kan?”
                “Iya, Dam bisa kok.” Balasku dengan sedikit senyuman.
                “Yaudah ya gue duluan, Bye.”
 Dan aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum.
                Ketika aku sampai dirumah aku melihat kalender dan melihat kapan jadwal kenaikan kelas, dan ternyata tinggal satu minggu lagi. Aku pun duduk terdiam didepan kalender dan dengan terburu-buru aku segera ke meja komputerku. Tanpa ragu, aku langsung meng-chat Adam.
“Hey, Dam. Maaf gue ganggu waktu lo, gue cuma mau tanya lo udah nyiapin semua dokumen  kepindahan lo?
Dengan gelisah aku menunggu balasan dari Adam, lalu beberapa menit kemudian Adam membalas chat-ku.
“Iya Na, dokumen buat pindahan udah diurus sama orang tua gue, tinggal nunggu Raport dari sekolah. Oh iya, Na. gue mau ketemu lo setelah pembagian raport, bisa?”
Rasa gelisahku semakin menjadi-jadi, tanpa berpikir panjang aku pun membalas pertanyaan Adam.
“Oh yaudah kalo gitu, gue tunggu di tempat biasa ya.”
                Setelah  pembagian raport, aku pun menunggu Adam ditempat biasa kita bermain bersama. Setelah menunggu kurang lebih 10 menit Adam pun datang.
                “Hey, Na. Udah lama nunggu ya? Maaf ya tadi ada urusan bentar.” Sapa nya
                “Hay, Dam. Iya gapapa kok, Dam.” Jawab ku.
                “Eh iya ada apa? Ga biasanya lo ngajak gue ketemu kayak gini?´Tanya ku.
                “Iya Na gue  mau bilang sesuatu, jadwal penerbangan gue diganti jadi hari ini. Gue dan orang tua gue juga udah sepakat buat berangkat nanti malam jam 7. Maaf banget ya gue ngasih tau lo mendadak kayak gini. Yak arena lo teman terbaik gue, gue gamau pergi gitu aja tanpa sepengetahuan lo. Dan ini juga terakhir kita ketemu karna gue akan menetap di London 4 sampai 5 tahun disana.” Balas nya.
                “Ngg… I .. Iya gapapa kok Dam. Lo disana sampai 4-5 tahun? Lama juga ya.” Jawab ku
                “Ya begitu lah, oh iya gue ada sesuatu nih biar lo inget gue terus.” Balas nya sambil tersenyum dan memberikanku sebuah boneka teddy bear.
                “Ini buat gue?” jawab ku sambil menerima boneka yang dia berikan kepadaku.
                “Iya karna lo itu teman perempuan gue yang terbaik, eh gue  gak bisa lama-lama gue harus ngurusin barang-barang gue dulu. Daah Diana see you soon.”  Jawab nya
Hanya senyuman dan lambaian tangan, aku melepas kepergian Adam. Air mata ini hampir membasahi pipiku, namun aku masih bisa menahannya.

                Semenjak pertemuan terakhir itu, aku sangat jarang berkomunikasi dengannya karna jadwal dia yang begitu padat dan pada akhir nya aku dengan Adam lost contact. Walaupun begitu aku akan tetap mengingat Adam sebagai teman terbaikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar