Namaku
Rasya, aku sudah pacaran selama 18 bulan dengan teman SMP ku yang bernama Putra,
ketika kami lulus kami membuat sebuah komitmen untuk tetap bersama meskipun
beda sekolah dan beda kota. Entah apa yang aku pikirkan saat itu tentang sebuah
komitmen, dan aku pun tidak tahu apa itu komitmen. Saat pengambilan SKHUN dan
Ijazah Putra mengajakku untuk segera ke balkon sekolah, tampaknya ia ingin berbicara
serius denganku. Saat sudah sampai di balkon, ia memandangku dengan wajah yang
penuh harap agar aku bisa mengerti dan tetap mempertahankan hubungan kami,
dengan mata yang berkaca-kaca ia hanya berpesan, “Jaga diri kamu baik-baik ya,
aku sayang banget sama kamu. Aku harap kita bisa seperti ini terus.”. Dalam
keadaan seperti itu aku tidak tahu harus berkata apa, aku hanya terdiam dan
mengangguk dengan refleks aku langsung memeluknya untuk terakhir kalinya.
Sebulan setelah kelulusan Putra
pindah ke luar kota, tepatnya di Bandung. Mulanya biasa saja, kami masih tetap contact-an dan masih bisa tertawa
seperti tidak terjadi apa-apa, kalau kata orang-orang bilang jarak bukanlah sebuah halangan dalam
menjalani sebuah hubungan. Tapi semakin kesini kami semakin dingin, saat
itu aku masih mengerti kenapa ia tidak ada kabar karena disana sinyal memang
tidak bersahabat, tetapi semakin hari dan sudah beberapa bulan tidak ada kabar
darinya. Ketika aku coba mengecek untuk menghubunginya ternyata nomernya sudah
tidak aktif, aku semakin tidak mengerti dengan semua ini? Dalam hati aku
menyimpan banyak pertanyaan, “Apa yang terjadi dengannya? Apa dia baik-baik
saja disana? Atau memang janji yang ia buat sudah ia lupakan?”. Saat itu aku
langsung bertindak untuk mencari tahu tentangnya, entah itu dari temannya atau
dari social media tetapi
teman-temannya pun juga sudah lost
contact dengannya. Aku tidak menyerah, aku harus dapat penjelasan kenapa
seperti ini. Hingga akhirnya muncul rasa keputus-asaanku, aku memutuskan untuk mengakhiri
hubungan ini.
Aku bingung harus berbuat
apalagi, aku mencoba untuk memulai kehidupan yang baru dengan hari-hari ku yang
ceria. Aku mulai mengisi segala kesibukan untuk tidak memikirkan masalahku itu
dengan menjawab soal pelajaran yang tidak aku mengerti sama sekali, menonton
film yang sebenarnya tidak begitu aku suka, bermain dengan teman-temanku, dan
aku selalu berdo’a kepada Allah agar aku diberi kekuatan dan ketabahan dalam
menjalankan cobaan yang diberikan-Nya kepadaku. Karena aku percaya Allah tidak
akan memberi cobaan kepada hamba-Nya diluar kemampuan kita.
Sampai-sampai aku menceritakan
masalah ini kepada teman dekatku yang bernama Devi, sebenarnya aku malu
menceritakan masalah ini kepadannya tapi apa daya setiap manusia pasti ingin
mendapatkan nasihat dan pengarahan dalam masalahnya. Saat aku menceritakan
semuanya, ia sontak meberi nasihat kepadaku tanpa memandang siapa yang ia nasihati,
“Ya ampun bro! Lo mesti sadar, lo gak boleh ketergantungan ama kriwil. Lo kayak kecanduan narkoba tau!!
Lo bisa sakau gara-gara manusia kriwil gak jelas! Jangan pikirin dia lagi!
Berusaha ngelupain apa yang udah buat lo jadi kayak orang alay (ngegalauuuu
mulu) + kayak orang bodoh. Lo mesti pilih jalan yang bener, ngegalauin dia tuh
jalan yang salah banget! Dia tuh Cuma pacar LDR lo, gak lebih kan! Apa yang lo
rasain, dia gak tau dan gak mau tau.. lo kayak air susu yang dibalas air tuba!”
ujar Devi. Ia memanggil Putra dengan sebutan kriwil karena terlihat dari rambutnya yang kriting.
Sejak kejadian itu aku mulai
sadar, tidak sepantasnya aku mengharapkan orang yang tidak jelas keberadaannya.
Toh kalo emang jodoh pasti bakal balik lagi, maka dari itu aku sudah tidak
pernah mencari tahu tentang keberadaannya. Beberapa bulan kemudian ada salah satu
dari teman sekolahnya, mengirimkan sebuah foto yang disalah satu fotonya ada
gambar Putra. Entah kenapa perilaku itu datang kembali, rasa penasaranku
semakin memuncak dan akhirnya aku mencari tahu dengan mengotak-atik di
pencarian facebook. Tanpa ku sangka
semua keraguan ini terjawab ya, ternyata Putra membuat akun baru yang
pertemanannya memang tidak ada satu pun nama dari teman SMP nya, dan yang memang
bikin aku benar-benar harus melupakan dan meninggalkannya adalah dia sudah
memiliki wanita lain selain ibu nya.
Setelah melihat kejadian itu,
bukan rasa sakit hati yang aku rasa sebaliknya aku hanya biasa saja melihat
itu. Mungkin karena rasa ini memang benar-benar sudah tidak ada lagi tempat
buat dia. Selama ini aku juga bodoh, hanya mengharap laki-laki yang tidak jelas
dan hanya membuang-buang waktu saja menunggunya, semua nasihat orang lain aku
hiraukan begitu saja. Mungkin memang aku harus bisa merasakannya terlebih
dahulu agar aku bisa memilih mana yang pantas aku tinggalkan dan mana yang
tidak.
Kalau memang laki-laki itu baik
buatku, dia tidak sepantasnya menelantarkanku begitu saja menghabiskan masa
remajaku hanya untuk laki-laki yang belum tentu ia jadi imamku kelak dan aku
menua dalam penantian. Aku pun segera bergerak cepat, menyusun kembali puzzle
kehidupan yang belum aku ketahui akan berakhir seperti apa dan mencoba mencari
laki-laki yang terbaik diantara yang baik. Aku belajar dari masa lalu, bukan
hidup dimasa lalu.
Created by Popy Tasya Rahayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar